Menurut laporan Chaos Report dari Standish Group, hanya sekitar 31% proyek software yang dinyatakan berhasil sepenuhnya. Sisanya mengalami kegagalan sebagian bahkan total. Di banyak kasus, masalah ini tidak muncul tiba-tiba di akhir proyek, tapi berakar dari risiko-risiko yang tidak ditangani sejak awal.
BACA JUGA: 10 Tips Menghindari Kegagalan Outsourcing Proyek IT
Berikut ini 5 risiko paling umum beserta contoh studi kasus dan mitigasinya.
1. Perubahan Ruang Lingkup (Scope Creep)
Scope creep adalah perubahan atau penambahan fitur di luar rencana awal tanpa pengelolaan formal, sering kali karena tekanan stakeholder atau kurangnya dokumentasi yang kuat.
Studi Kasus:
Sebuah startup fintech ingin membuat aplikasi untuk simulasi pinjaman berbasis syariah. Di tengah jalan, CEO meminta fitur tambahan seperti dompet digital dan integrasi QRIS. Fitur ini belum ada dalam dokumen awal, tapi tim development tetap mengerjakannya karena dianggap penting.
Akibatnya:
Deadline molor 2 bulan, biaya development meningkat 40%, dan versi pertama aplikasi tidak stabil karena banyak fitur yang dikebut.
Solusi:
- Gunakan metode change request formal untuk menyetujui perubahan.
- Buat dokumen Product Requirement yang bisa dilacak.
- Terapkan pendekatan agile dengan sprint planning yang fleksibel namun terkontrol.
2. Estimasi Waktu dan Biaya Tidak Akurat
Estimasi yang dibuat terlalu optimistis atau tanpa data historis bisa membuat proyek kehabisan waktu dan dana.
Studi Kasus:
Perusahaan distribusi logistik memesan sistem monitoring kendaraan real-time. Tim software house memperkirakan waktu pengerjaan 3 bulan, padahal backend map API dan sistem alerting sangat kompleks.
Akibatnya:
Proyek over budget 70%, dan klien menunda peluncuran sistem karena implementasi tidak rampung saat peak season.
Solusi:
- Gunakan pendekatan bottom-up estimation (estimasi per modul).
- Buat work breakdown structure (WBS) untuk membantu estimasi granular.
- Tambahkan buffer waktu dan dana untuk fitur kritikal atau kompleksitas teknis.
3. Komunikasi yang Tidak Efektif
Komunikasi yang tidak sinkron antar stakeholder, developer, dan project manager menyebabkan miskom dan hambatan informasi.
Studi Kasus:
Proyek sistem e-learning untuk lembaga pemerintahan berjalan tanpa kick-off formal dan dokumentasi kebutuhan yang lengkap. Komunikasi hanya lewat email antar-pihak.
Akibatnya:
Versi pertama aplikasi tidak sesuai ekspektasi: user flow membingungkan dan fitur upload dokumen hilang. Klien kecewa dan meminta revisi besar-besaran.
Solusi:
- Gunakan tools kolaborasi seperti Notion, Slack, Trello, atau Jira.
- Adakan weekly sync meeting dengan ringkasan notulen yang dibagikan.
- Buat satu project owner dari sisi klien untuk menjadi penghubung utama.
4. Kekurangan Sumber Daya
Tim yang kekurangan kapasitas atau keahlian akan kesulitan mengejar milestone proyek.
Studi Kasus:
Sebuah proyek pengembangan sistem informasi rumah sakit dimulai saat developer utama sedang cuti, dan tim hanya terdiri dari dua orang junior developer. Modul API dan integrasi SIMRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) membutuhkan tenaga senior.
Akibatnya:
Banyak bug pada sistem integrasi, dan proyek harus diperpanjang 3 bulan karena kualitas tidak memenuhi standar UAT.
Solusi:
- Lakukan resource planning sejak awal (termasuk backup resource).
- Gunakan talent matrix untuk mengetahui siapa bisa mengerjakan apa.
- Jika kekurangan, pertimbangkan outsourcing sementara atau hiring kontrak.
5. Risiko Teknologi dan Integrasi
Risiko muncul saat menggunakan teknologi baru tanpa pengujian matang, atau integrasi dengan sistem lama yang tidak terdokumentasi dengan baik.
Studi Kasus:
Perusahaan ritel besar ingin mengintegrasikan sistem kasir (POS) lama mereka dengan platform e-commerce baru. Tapi sistem lama dibuat 10 tahun lalu dan tidak punya dokumentasi API.
Akibatnya:
Integrasi gagal dilakukan tepat waktu. Tim harus melakukan reverse engineering, dan sistem baru diluncurkan tanpa fitur sinkronisasi stok otomatis.
Solusi:
- Lakukan technical feasibility study sebelum proyek dimulai.
- Buat proof of concept (PoC) untuk bagian integrasi kompleks.
- Pertimbangkan pendekatan modular microservices jika sistem lama tidak bisa diintegrasikan secara langsung.
Kesimpulan
Setiap proyek software memiliki potensi kegagalan. Namun dengan pendekatan proaktif seperti mengidentifikasi risiko sejak awal, merencanakan mitigasi, dan mengelola ekspektasi stakeholder, proyek Anda bisa terhindar dari jebakan yang sering terjadi. Untuk membantu Anda mengelola risiko silakan download template Risk Management untuk pengembangan software dibawah ini.
DOWNLOAD: Template Risk Management Plan untuk Proyek IT
Ingin memastikan proyek Anda tidak gagal di tengah jalan?
Badr Interactive dapat membantu Anda di fase perencanaan, validasi kebutuhan, dan pengelolaan proyek software kompleks secara profesional dan transparan. Silakan isi form dibawah ini untuk mendapatkan konsultasi gratis bersama tim profesional kami.