Setiap tim software pernah berada di situasi yang sama. Deadline semakin dekat, fitur harus segera dirilis, lalu muncul bug kecil di waktu yang paling tidak tepat. Bug tersebut tidak memblokir alur utama dan dampaknya terlihat minim. Dalam tekanan seperti ini, menunda perbaikan terasa aman karena fokus utama adalah memastikan fitur tetap rilis tepat waktu.
“Nanti diperbaiki” terdengar seperti keputusan rasional, bahkan bertanggung jawab. Namun di balik keputusan kecil ini tersembunyi dampak yang jarang disadari. Survei Engineering Reality Report dari Chainguard menunjukkan bahwa 93% engineer menganggap menulis kode dan membangun fitur sebagai bagian paling memuaskan dari pekerjaannya, tetapi dalam praktiknya mereka hanya menghabiskan sekitar 16% waktu kerja mingguan untuk benar-benar membangun. Sisa waktunya terkuras untuk berhadapan dengan kompleksitas sistem, bug lama, dan masalah kualitas, banyak di antaranya berakar dari keputusan yang dulu dianggap aman untuk ditunda.
“Nanti Diperbaiki”: Keputusan Rasional yang Sering Salah Hitung
Keputusan “nanti diperbaiki” sering lahir dari prioritas yang terasa masuk akal, fitur harus rilis, target bisnis menunggu, dan masalah yang muncul belum berdampak langsung. Dalam konteks ini, menunda perbaikan terlihat seperti kompromi yang wajar.
Namun, dalam pengembangan software, setiap keputusan “nanti diperbaiki” secara langsung menciptakan technical debt. Ia adalah bentuk hutang kualitas, ketika tim memilih kecepatan jangka pendek dengan konsekuensi kompleksitas di masa depan. Tidak semua technical debt berbahaya, tetapi technical debt yang lahir tanpa rencana hampir selalu bermasalah.
Kesalahan perhitungan terjadi ketika “nanti diperbaiki” dianggap sebagai penundaan netral. Padahal, semakin lama perbaikan ditunda, semakin mahal biayanya. Perubahan kecil hari ini akan membutuhkan lebih banyak waktu, pengujian, dan risiko ketika sistem berkembang dan saling bergantung.
Technical debt jarang muncul dari satu keputusan besar. Ia terbentuk dari akumulasi keputusan “nanti diperbaiki” yang terus berulang: bug kecil yang dibiarkan, test yang dilewati, workaround yang dijadikan solusi permanen. Setiap keputusan mungkin terlihat sepele, tetapi bersama-sama mereka memperlambat pengembangan dan meningkatkan risiko di setiap rilis.
Ketika “nanti diperbaiki” menjadi kebiasaan, technical debt berhenti menjadi kompromi sementara dan berubah menjadi penghambat struktural. Pada titik ini, kualitas software bukan lagi soal standar teknis, melainkan soal kemampuan tim untuk bergerak dan beradaptasi.
Mengapa Software Lama Justru Paling Rentan terhadap “Nanti Diperbaiki”
Degradasi bertahap
Software lama jarang rusak karena satu keputusan besar. Ia melemah karena penundaan kecil yang terus diulang. Semakin lama sistem bertahan, semakin sering “nanti diperbaiki” dipilih sebagai jalan tengah untuk menghindari risiko jangka pendek.
Kompleksitas yang tidak lagi transparan
Keputusan teknis dibuat bertahun-tahun lalu dalam konteks bisnis dan teknologi yang sudah berubah. Dokumentasi tidak lengkap, tim inti sudah berganti, pemahaman terhadap dampak perubahan terbatas. Akibatnya, perbaikan dianggap berisiko dan penundaan terasa lebih aman.
Ketergantungan yang meluas ke mana-mana
Satu modul memengaruhi modul lain, satu perubahan kecil berdampak ke banyak proses. Setiap perbaikan membutuhkan pengujian lebih luas, koordinasi lebih panjang, waktu lebih banyak. Tekanan untuk menjaga stabilitas membuat tim menambal masalah, bukan memperbaiki akarnya.
Akumulasi technical debt yang tak terelakkan
Utang ini bukan hanya dari keputusan strategis masa lalu, tetapi juga dari solusi cepat, workaround, dan penyesuaian darurat yang tidak pernah dirapikan. Setiap “nanti diperbaiki” sebelumnya mempersempit ruang gerak untuk perbaikan berikutnya.
Spiral penurunan kualitas
Semakin sering perbaikan ditunda, semakin rapuh sistem tersebut. Bug menjadi sulit diprediksi, perubahan kecil memicu masalah baru, kecepatan pengembangan terus menurun. Pada titik ini, “nanti diperbaiki” tidak lagi melindungi software lama, justru mempercepat keruntuhannya.
Kapan “Nanti Diperbaiki” Masih Bisa Diterima dan Kapan Berbahaya
Tidak semua keputusan “nanti diperbaiki” adalah kesalahan. Namun tanpa batas yang jelas, technical debt yang awalnya rasional bisa berubah menjadi risiko serius. Tabel berikut membantu membedakan kapan penundaan masih masuk akal dan kapan sudah berbahaya.
| Kondisi | Masih Bisa Diterima | Berbahaya |
| Niat | Keputusan sadar dan terukur | Kebiasaan atau alasan deadline |
| Konteks | Prototype / validasi awal | Production & core system |
| Dampak | Impact rendah, jarang terjadi | Risiko finansial, data, atau downtime |
| Area yang Terkena | Kualitas non-kritis | Security, data, logic utama |
| Komitmen | Ada rencana dan tracking | Tidak jelas kapan diperbaiki |
| Pola Tim | Pengecualian | Terjadi di hampir setiap sprint |
Biaya yang Sering Tidak Dihitung Saat Penundaan Terus Diulang
Keputusan “nanti diperbaiki” sering hanya dihitung sebagai pekerjaan tambahan di masa depan. Padahal, dalam praktiknya, penundaan yang terus diulang menciptakan biaya berlapis yang jarang disadari sejak awal.
- Peningkatan biaya pemeliharaan
Seiring waktu, basis kode menjadi semakin sulit dipahami dan diubah. Perbaikan kecil membutuhkan lebih banyak konteks, pengujian, dan kehati-hatian. Developer menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjaga sistem tetap berjalan daripada meningkatkan kualitas atau menambah nilai baru. - Hilangnya kecepatan pengembangan
Ketika kompleksitas menumpuk, setiap perubahan membawa risiko. QA harus menguji lebih banyak skenario, rilis melambat, dan fitur baru membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke pengguna. - Risiko kegagalan sistem
Workaround yang tidak pernah dirapikan membuat sistem rapuh. Perubahan kecil dapat memicu bug di area yang tidak terduga, memaksa tim melakukan hotfix dan rollback yang seharusnya bisa dihindari. - Kondisi tim
Developer dan QA semakin banyak berurusan dengan masalah lama, bukan membangun solusi baru. Frustrasi meningkat, kepuasan kerja menurun, dan kualitas keputusan teknis ikut terpengaruh.
Di sisi bisnis, biaya ini sering tersembunyi. Waktu dan energi yang digunakan untuk pemeliharaan mengurangi kapasitas inovasi. Time-to-market melambat, dan pada titik tertentu, organisasi dihadapkan pada pilihan mahal, refactoring besar-besaran atau menulis ulang sistem.
Yang membuat semua ini berbahaya adalah sifatnya yang akumulatif. Setiap penundaan mungkin terlihat kecil, tetapi ketika diulang, biaya pemeliharaan, risiko, dan kehilangan kecepatan bertumpuk menjadi beban yang jauh lebih besar daripada perbaikan awal yang dulu ditunda.
Kesimpulan
Pola pikir “nanti diperbaiki” bukanlah keputusan yang sepenuhnya salah, tetapi keputusan yang harus ditempatkan dalam konteks yang tepat. Dalam kondisi tertentu, penundaan bisa menjadi pilihan strategis. Namun ketika dilakukan berulang tanpa rencana yang jelas, ia berubah menjadi sumber technical debt yang merusak kualitas software secara perlahan.
Jika Anda mulai melihat tanda-tanda seperti banyaknya workaround, bug lama yang terus muncul kembali, atau proses rilis yang semakin lambat dan berisiko, ini saatnya meninjau kembali kualitas dan technical debt pada sistem Anda.
Lihat use case dan layanan yang dikerjakan BADR untuk memahami bagaimana kami membantu organisasi mengelola kualitas software secara berkelanjutan.
Isi formulir konsultasi di bawah ini untuk mendapatkan rekomendasi evaluasi kualitas dan langkah perbaikan yang paling sesuai dengan kondisi sistem dan tujuan bisnis Anda.





