Pengembangan software adalah proses kompleks yang melibatkan berbagai tahap, mulai dari requirement gathering, desain, coding hingga pengujian. Dan salah satu tahap terpenting dalam pengembangan software adalah functional testing atau pengujian fungsional, yang memastikan software memenuhi persyaratan fungsional yang ditentukan oleh pelanggan. Artikel ini akan membahas pentingnya pengujian fungsional dalam pengembangan software.
Apa itu Functional Testing?
Functional testing adalah proses pengujian software untuk memastikan software tersebut menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya tanpa kesalahan atau cacat. Proses ini dilakukan dengan membandingkan fungsionalitas tersebut terhadap seperangkat spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Mirip seperti memeriksa apakah semua fitur pada microwave Anda berfungsi dengan benar sesuai dengan manual penggunaannya.
Dalam functional testing, teknik yang digunakan umumnya adalah Black Box Testing. Artinya, pengujian dilakukan tanpa melihat bagaimana kode program di balik layar bekerja. Para tester hanya berfokus pada input yang diberikan dan output yang dihasilkan oleh aplikasi. Layaknya pengguna awam yang hanya peduli apakah microwave bisa memanaskan makanan mereka, tanpa perlu mengerti detail komponen elektronik di dalamnya.
Dengan pendekatan ini, functional testing menghasilkan output yang bersifat biner: lulus atau gagal. Jika fungsionalitas aplikasi sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan spesifikasi, maka tes dinyatakan lulus. Sebaliknya, jika ada ketidaksesuaian, maka tes dinyatakan gagal. Hasil ini membantu developer untuk mengidentifikasi dan memperbaiki permasalahan pada fungsionalitas aplikasi sebelum diluncurkan ke pengguna akhir.
Functional testing sendiri melibatkan berbagai teknik, termasuk pengujian black-box, pengujian white-box, dan pengujian grey-box, dan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan alat pengujian otomatis (automated testing).
Kenapa Functional Testing sangat penting?
Functional testing dalam pengembangan software tidak dapat diabaikan. Pengujian ini memastikan bahwa software memenuhi persyaratan pelanggan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa pengujian fungsional ini, ada risiko software tidak berfungsi sesuai harapan, yang dapat merusak reputasi perusahaan pengembang website/aplikasi.
Functional testing juga membantu mengidentifikasi cacat dan kesalahan dalam software sebelum dirilis ke pelanggan. Ini mengurangi risiko cacat pasca-rilis dan memastikan softwareberkualitas tinggi. Selain itu, pengujian fungsional membantu memastikan bahwa software bersifat user friendly dan memenuhi kebutuhan pengguna.
Manfaat lain dari pengujian fungsional adalah membantu mengidentifikasi area di mana software dapat ditingkatkan. Dengan mengidentifikasi cacat dan kesalahan, pengembang software dapat meningkatkan software dan membuatnya lebih efisien dan efektif. Hal ini, pada gilirannya, dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan hasil bisnis yang lebih baik.
Untuk melakukan pengujian fungsional yang efisien dan efektif, pengembang harus mengikuti beberapa praktik terbaik. Pertama, tim pengujian harus bekerja sama dengan tim pengembangan untuk memastikan pengujian selaras dengan persyaratan pengembangan. Kedua, tim harus memiliki pemahaman yang jelas tentang persyaratan dan fungsi aplikasi, termasuk kasus edge (kondisi tertentu) dan alur kerja pengguna. Selain itu, tim harus menggunakan alat pengujian otomatis untuk mempercepat proses pengujian dan mengurangi risiko kesalahan manusia. Terakhir, tim harus melakukan pengujian regresi untuk memastikan fitur dan fungsi baru tidak merusak fungsi yang sudah ada.
Proses Functional Testing
Proses pengujian fungsional biasanya melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Perencanaan Pengujian:
Perencanaan adalah langkah pertama dalam proses functional testing. Dalam fase ini, tim pengujian bekerja sama dengan tim pengembangan dan pemangku kepentingan lainnya untuk memahami persyaratan fungsional aplikasi. Hal ini melibatkan identifikasi fitur dan fungsi utama yang harus diuji serta menetapkan prioritas pengujian. Rencana pengujian juga mencakup alokasi sumber daya, jadwal pengujian, dan strategi pengujian yang akan digunakan.
2. Desain Test Case
Setelah persyaratan pengujian ditetapkan, tim testing akan membuat dokumen test case yang merinci langkah-langkah yang harus diambil untuk menguji setiap fitur atau fungsi aplikasi. Kasus uji ini mencakup berbagai skenario pengujian, termasuk situasi normal dan ekstrem, untuk memastikan bahwa semua aspek aplikasi diuji secara menyeluruh. Test case ini juga mencakup data uji yang diperlukan dan hasil yang diharapkan.
3. Eksekusi Pengujian:
Langkah selanjutnya dalam proses pengujian fungsional adalah eksekusi pengujian pada test case yang dilakukan. Tim testing menjalankan test case yang telah dirancang, mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan dan mencatat hasil pengujian. Selama eksekusi pengujian, tim mencari bug, kesalahan fungsional, dan masalah lainnya yang mungkin muncul. Hasil pengujian dicatat dengan cermat untuk analisis lebih lanjut.
4. Pelaporan dan Pengujian Ulang Cacat:
Setelah selesai eksekusi pengujian, tim testing membuat laporan pengujian yang merinci hasil pengujian, termasuk bug atau cacat yang ditemukan. Laporan ini disampaikan kepada tim pengembangan untuk ditindaklanjuti. Tim pengembangan kemudian bekerja untuk memperbaiki bug dan masalah lainnya yang ditemukan selama pengujian. Setelah perbaikan diterapkan, tim pengujian melakukan pengujian ulang untuk memastikan bahwa masalah telah diperbaiki dengan benar.
5. Pengujian Regresi:
Pengujian regresi adalah tahap terakhir dalam proses pengujian fungsional. Setelah perubahan dilakukan untuk memperbaiki bug atau memperkenalkan fitur baru, tim pengujian melakukan pengujian regresi untuk memastikan bahwa perubahan tersebut tidak merusak fungsi yang sudah ada dalam aplikasi. Pengujian regresi memastikan bahwa aplikasi tetap stabil dan berfungsi dengan baik setelah perubahan dilakukan.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini dengan cermat, tim testing dapat memastikan bahwa aplikasi yang dikembangkan memenuhi standar kualitas yang tinggi dan memenuhi harapan pengguna. Proses pengujian fungsional yang efektif sangat penting untuk memastikan keberhasilan aplikasi dalam lingkungan produksi.
Jenis-Jenis Functional Testing
Ada berbagai jenis functional testing yang dapat digunakan, tergantung pada kebutuhan dan tujuan pengujian. Setiap jenis pengujian memiliki fokus dan cakupan yang berbeda, dan dapat digunakan untuk menguji berbagai aspek fungsionalitas aplikasi. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa jenis functional testing yang umum digunakan:
Unit Testing
Unit testing digunakan untuk menguji komponen individual dalam program atau modul tanpa memengaruhi keseluruhan sistem. Dalam kata lain, unit testing mengisolasi setiap komponen dari bagian lain dari kode aplikasi sehingga dapat diuji secara independen tanpa dipengaruhi oleh perubahan lain yang dibuat di bagian lain dari kode atau arsitektur aplikasi Anda.
Integration Testing
Integration testing difokuskan pada pengujian bagaimana berbagai komponen atau modul software berinteraksi satu sama lain dan dengan sistem lain. Biasanya dilakukan setelah tahap unit testing, tujuannya adalah untuk menemukan ketidakcocokan antara bagian-bagian yang berbeda dari sistem Anda, seperti modul atau aplikasi yang berbeda.
Regression Testing
Regression testing adalah proses pengujian kode yang sama atau bagian dari kode setelah dilakukan perubahan untuk memastikan bahwa perubahan tersebut tidak memperkenalkan bug baru. Tes regresi sering kali diotomatisasi dan dijalankan secara teratur sebagai bagian dari proses build Anda.
Smoke Testing
Smoke testing adalah cara untuk menguji software untuk fungsionalitas dasar. Ini biasanya dilakukan setelah setiap build dari suatu aplikasi dirilis untuk memastikan bahwa itu stabil dan siap untuk pengujian lebih lanjut. Ini juga dikenal sebagai Build Verification Testing.
Sanity Testing
Sanity testing mirip dengan tes tingkat permukaan yang umumnya dilakukan setelah tes asap untuk memastikan bahwa fitur-fitur penting dari aplikasi berfungsi seperti yang diharapkan dalam keadaan normal.
System Testing
System testing menguji sistem secara keseluruhan dan bukan hanya struktur internal software Anda. Ini dilakukan pada sistem terintegrasi secara keseluruhan untuk menentukan apakah sistem tersebut mematuhi persyaratan yang diperlukan.
User Acceptance Testing
Ini terjadi pada akhir proses pengembangan software. Ini adalah pengujian terakhir yang dilakukan di mana produk diekspos kepada pengguna akhir dalam lingkungan yang mirip dengan produksi untuk mendapatkan umpan balik tentang apakah produk tersebut memenuhi kebutuhan mereka sebenarnya.
Dengan menggunakan berbagai jenis functional testing ini, pengembang dapat memastikan bahwa aplikasi atau sistem yang mereka kembangkan bekerja dengan baik, sesuai dengan kebutuhan pengguna, dan bebas dari bug atau masalah lainnya.
Teknik-teknik Functional Testing
Pengujian Black-box (Black-box Testing):
Dalam pengujian black-box, tester menguji fungsionalitas software tanpa memperhatikan struktur internal atau logika kode. Mereka hanya fokus pada input dan output yang diharapkan dari software.
Cara Kerja: Tester merancang dan menjalankan skenario pengujian berdasarkan spesifikasi dan persyaratan fungsionalitas aplikasi. Mereka memasukkan input ke dalam sistem dan memeriksa outputnya untuk memastikan bahwa hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Kelebihan: Dapat dilakukan tanpa pengetahuan tentang struktur kode, cocok untuk pengujian fungsionalitas yang luas dan kompleks.
Kekurangan: Tidak memberikan wawasan tentang kesalahan di dalam kode, cakupan pengujian tergantung pada spesifikasi yang jelas.
Pengujian White-box (White-box Testing):
Dalam pengujian white-box, tester memiliki akses ke struktur internal aplikasi dan menggunakan pengetahuan tentang logika kode untuk merancang dan menjalankan tes.
Cara Kerja: Tester memeriksa aliran kontrol, cabang, dan jalur eksekusi dalam kode untuk memastikan bahwa semua jalur telah diuji. Mereka juga mencari kelemahan logika atau bug yang mungkin ada dalam kode.
Kelebihan: Memberikan wawasan mendalam tentang struktur kode, memungkinkan untuk mengidentifikasi kesalahan logika dan kelemahan dalam implementasi.
Kekurangan: Bergantung pada pengetahuan yang baik tentang bahasa pemrograman dan struktur kode, cakupan pengujian terbatas pada apa yang diketahui oleh pengembang atau tester.
Pengujian Grey-box (Grey-box Testing):
Pengujian grey-box menggabungkan elemen dari black-box dan white-box testing. Tester memiliki pengetahuan sebagian tentang struktur internal aplikasi, tetapi tidak selengkap pada white-box testing.
Cara Kerja: Tester menggunakan pengetahuan mereka tentang bagian tertentu dari kode untuk merancang skenario pengujian, tetapi juga menguji fungsionalitas secara keseluruhan tanpa bergantung sepenuhnya pada struktur internal aplikasi.
Kelebihan: Menggabungkan keunggulan dari kedua pendekatan, memberikan keseimbangan antara cakupan pengujian dan wawasan struktur kode.
Kekurangan: Mungkin memerlukan keterampilan khusus untuk mengimplementasikan dengan efektif, cakupan pengujian mungkin tidak sekomprehensif seperti white-box testing.
Pengujian Otomatis (Automated Testing):
Pengujian otomatis melibatkan penggunaan software untuk menjalankan tes secara otomatis, mengulangi skenario pengujian dengan cepat dan efisien.
Cara Kerja: Tester menulis skrip pengujian menggunakan alat atau framework pengujian otomatis, kemudian menjalankannya secara otomatis untuk menguji fungsionalitas aplikasi.
Kelebihan: Menghemat waktu dan tenaga, meningkatkan efisiensi pengujian, memungkinkan pengujian regresi yang cepat dan berkala.
Kekurangan: Memerlukan investasi awal dalam pengembangan skrip pengujian, mungkin tidak cocok untuk semua jenis pengujian, sulit untuk menguji aspek visual atau pengalaman pengguna.
Tools Functional Testing yang sering Digunakan
Alat dalam functional testing berperan untuk mengotomatiskan proses validasi aspek fungsional yang diuji dalam sistem. Pada dasarnya, functional testing memeriksa apakah fitur penting dalam sistem berperilaku sesuai yang diharapkan. Sementara load test menguji seberapa lama suatu formulir login memproses input user sebelum percobaan login berhasil/gagal. Pengujian fungsional untuk formulir login yang sama memverifikasi beberapa perilaku berikut:
- Apakah pengguna dapat berhasil masuk dengan email dan kata sandi yang valid?
- Apakah pengguna tidak dapat masuk dengan email dan kata sandi yang tidak valid?
- Apakah pesan pop-up muncul ketika email tidak valid dimasukkan?
- Apakah permintaan API dapat lulus dan menyimpan kredensial pengguna untuk login di masa depan?
- Apakah tautan masuk mengarah ke halaman profil pengguna?
- Apakah semua objek terlihat di layar: nama pengguna, kata sandi, tombol masuk, kotak centang ingat saya, tautan lupa kata sandi, dan tautan buat akun?
- Apakah ada panjang maksimum/minimum untuk nama pengguna dan kata sandi?
- Apakah antarmuka pengguna responsif, tampil dalam tata letak yang tepat di berbagai sistem operasi, peramban, dan versi perangkat?
Sebagai gambaran, berikut ini beberapa perbedaan testing yang lain dengan functional testing:
Functional Testing | Load Testing | Usability Testing | Performance Testing |
1. Verifikasi login user dengan kredensial yang valid | 1. Tes sistem dengan 1000 concurrent user | 1. Mengevaluasi kemudahan navigasi tugas | 1. Mengukur response time pada tindakan spesifik |
2. Cek jika harga produk terupdate dengan benar | 2. Mengakses performance setelah spikes mendadak | 2. Melakukan A/B Testing untuk preferensi UI | 2. Tes sistem dibawah load user yang bervariasi |
3. Konfirmasi admin dapat mengakses user management | 3. Load balance melintasi multiple servers | 3. Cek efisiensi dalam proses checkout | 3. Mengevaluasi skalabilitas sistem |
4. Tes maksimal limit karakter dalam text box | Melakukan stress test dengan gradual load | 5. Mengumpulkan feedback user atas keterbacaan font | 4. Monitor resource utilization during load |
5. Memastikan pesan error untuk input yang tidak valid | 5. Melakukan endurance test selama 24 jam | 5. Evaluasi skema warna untuk aksesibilitas | 5. Benchmark terhadap kriteria yang sudah predefined |
Berikut adalah daftar 10 tools dan kerangka kerja pengujian fungsional otomatis teratas untuk tim Anda:
- Selenium WebDriver: Open-source tools yang kuat untuk pengujian otomatis web.
- Appium: Cocok untuk pengujian otomatis aplikasi mobile berbasis Android dan iOS.
- Playwright: Alat modern untuk pengujian otomatis browser, mendukung Chrome, Firefox, dan Safari.
- TestNG: Kerangka kerja pengujian yang kuat untuk pengujian otomatis Java.
- Cypress: Alat pengujian otomatis end-to-end untuk aplikasi web modern.
- Robot Framework: Kerangka kerja pengujian otomatis yang dapat diperluas, mendukung pengujian web, API, dan lainnya.
- Postman: Alat yang fokus pada pengujian otomatis API, termasuk pengujian kinerja dan keamanan.
- Jest: Kerangka kerja pengujian JavaScript yang populer untuk pengujian unit dan integrasi.
- SoapUI: Alat pengujian otomatis yang kuat untuk pengujian web service dan API.
- Katalon Studio: Alat pengujian otomatis yang komprehensif untuk pengujian web, mobile, dan API.
Ketika membahas functional testing (atau jenis pengujian apa pun, sebenarnya), tim QA biasanya memiliki hingga 3 opsi:
1. Open-Source functional testing tools/libraries/framework
2. Single-point commercial Automation Testing Tool
3. Software Quality Management Platform
1. Open-Source functional testing tools/libraries/framework
Opsi pertama untuk tim Anda adalah memilih open-source testing library yang cocok untuk membangun kerangka kerja pengujian. Hal ini akan menjadi core library, membentuk dasar kerangka kerja Anda dan menyediakan semua fitur penting yang diperlukan untuk pengujian. Tujuannya adalah untuk membuat tingkat abstraksi yang lebih tinggi seputar fungsionalitas core library sehingga kerangka kerja lebih ramah pengguna dan serbaguna.
Tools yang Anda gunakan untuk membangun kerangka kerja adalah:
- Libraries of function (misalnya, Selenium, Playwright, Appium, Rest Assured)
- Browser driver (misalnya geckodriver, chromium)
- Design pattern (misalnya Model Objek Halaman, Screenplay, Fluent)
- Coding standard (KISS, DRY, camelCasing)
- Test artifact management structures (misalnya repositori objek, helper utilities)
- Laporan pengujian dan execution log (plugin, struktur)
Jika Anda memilih untuk membangun kerangka kerja pengujian sendiri menggunakan open-source libraries, Anda harus memiliki pengetahuan coding dan pengujian yang luas. Anda perlu tahu cara menghubungkan semua “bahan-bahan” yang terdaftar di atas untuk membentuk kerangka kerja yang benar-benar menyederhanakan aktivitas pengujian Anda.
Meskipun ini adalah opsi, menerapkan kerangka kerja pengujian sendiri membutuhkan banyak waktu untuk setup/pembangunan sebelum bagian pengujian benar-benar dimulai. Namun, hal baiknya adalah Anda mendapatkan tingkat kustomisasi yang sangat tinggi dengan kerangka kerja pengujian Anda sendiri, dibandingkan dengan menggunakan solusi jadi yang dibangun oleh vendor lain.
Opsi ini juga biasanya gratis (biaya hanya waktu Anda sendiri dan keahlian Anda), sehingga cocok untuk proyek dengan anggaran terbatas. Terkadang, bagian pengembangan kerangka kerja bukanlah bagian yang paling sulit. Pemeliharaan kerangka kerja dan penyelesaian masalah yang dihadapi pada saat runtime dari rangkaian pengujian justru yang membutuhkan effort lebih besar, menciptakan siklus pengujian yang panjang dan memakan waktu.
2. Single-point commercial Automation Testing Tool
Ini adalah tools komersial, yang berarti Anda harus mencari-cari untuk menemukan yang cocok dan menginvestasikan sejumlah biaya tertentu untuk mendapatkan akses ke fiturnya. Seperti namanya, tools ini hanya memiliki satu tujuan pengujian, dan kita bisa mengkategorikannya berdasarkan tujuan yang mereka layani:
- Sistem yang diuji (pengujian web, mobile, API, atau desktop)
- Utilitas (desain/jalankan/dapatkan laporan)
- Jenis pengujian (pengujian UI dan API)
Sebagai contoh, fokus Postman adalah sepenuhnya pada kinerja, keamanan, dan fungsionalitas API. Jika API berada di puncak daftar pengujian Anda, berikanlah gunakanlah Postman. Meskipun memang bagus memiliki alat yang secara khusus didedikasikan untuk bagian dari pengujian fungsional Anda, akan ada saatnya ketika Anda ingin memiliki pengalaman pengujian yang lebih komprehensif. Pada akhirnya, sifat terbatas dari tools ini juga membatasi potensi ekspansi dan skalanya.
Dengan kata lain, single-point commercial automation testing tool ini sangat bagus jika organisasi Anda hanya perlu menguji dalam fitur dari alat tersebut. Namun, ketika tim berkembang, dan Anda ingin lebih jauh untuk menguji area lain dari software Anda, lebih baik memilih platform manajemen kualitas software secara keseluruhan.
3. Software Quality Management Platform
Platform software quality management platform menyatukan semua fungsionalitas yang diperlukan untuk mengotomatisasi dan melihat gambaran lengkap dari aktivitas pengujian. Sederhananya, platform ini adalah menggabungkan beberapa tools pengujian tunggal menjadi satu, membawa semua fitur yang mungkin diperlukan oleh tim.
Pada dasarnya, manajemen kualitas software bukanlah kegiatan sekali jalan: ada hingga 6 tahap mulai dari Perencanaan hingga Pelaporan. Semua tahapan ini sangat terhubung satu sama lain, dan tidak masuk akal jika kita menggunakan alat terpisah untuk setiap tahap, kemudian menghabiskan waktu untuk menghubungkan wawasan dan data dari semua tahapan tersebut untuk mendapatkan pandangan “komprehensif”.
Kesimpulan
Pengujian fungsional adalah tahap penting dalam pengembangan software yang membantu memastikan software memenuhi persyaratan fungsional yang ditentukan oleh pelanggan. Pengujian ini membantu mengidentifikasi cacat dan kesalahan dalam software, meningkatkan kualitasnya, dan memastikannya ramah pengguna. Tanpa pengujian fungsional, perusahaan pengembang software berisiko merilis software yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan dan dapat mengakibatkan kesalahan yang mahal dan ketidakpuasan pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan pengembangan software harus memprioritaskan pengujian fungsional untuk memastikan keberhasilan produk software mereka.
Di Badr Interactive, kami melakukan functional testing untuk mengidentifikasi masalah fungsional dari suatu sistem. Anda bisa pesan untuk konsultasi gratis dengan kami, dan tingkatkan hasil bisnis Anda dengan menciptakan sistem yang terjamin kualitasnya secara fungsionalitas.
FAQ
Q: Mengapa pengujian fungsional sangat penting dalam pengembangan aplikasi?
A: Pengujian fungsional penting karena memastikan bahwa aplikasi berfungsi seperti yang diharapkan oleh pengguna dan memenuhi kebutuhan bisnis. Ini membantu mengidentifikasi dan memperbaiki masalah fungsional sebelum aplikasi diluncurkan, meningkatkan kepercayaan pengguna dan mengurangi risiko kegagalan.
Q: Bagaimana pengujian fungsional berbeda dari jenis pengujian lainnya, seperti pengujian kinerja atau kegunaan?
A: Pengujian fungsional berfokus pada validasi fitur dan fungsionalitas aplikasi, sementara pengujian kinerja mengukur responsivitas dan kinerja sistem di bawah beban, dan pengujian kegunaan mengevaluasi seberapa mudah aplikasi digunakan oleh pengguna.
Q: Kapan waktu yang tepat untuk melakukan pengujian fungsional dalam siklus pengembangan aplikasi?
A: Pengujian fungsional harus dilakukan sepanjang siklus pengembangan aplikasi, mulai dari pengujian unit hingga pengujian penerimaan pengguna. Ini memastikan bahwa setiap bagian dari aplikasi diuji secara menyeluruh sebelum peluncuran.
Q: Bagaimana pengujian fungsional membantu meningkatkan kualitas aplikasi?
A: Pengujian fungsional membantu meningkatkan kualitas aplikasi dengan mengidentifikasi bug dan masalah fungsional, memastikan kesesuaian dengan persyaratan bisnis, dan meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan.
Q: Apa risiko jika pengujian fungsional tidak dilakukan dengan baik?
A: Risiko jika pengujian fungsional tidak dilakukan dengan baik termasuk peluncuran aplikasi yang tidak stabil atau tidak memenuhi harapan pengguna, yang dapat menyebabkan kehilangan pelanggan, kerugian finansial, dan kerusakan reputasi merek.