Software architecture adalah cara bagaimana sebuah sistem dibangun dan diatur agar dapat digunakan dengan efektif dan efisien. Ada dua jenis arsitektur yang umum digunakan dalam pengembangan perangkat lunak, yaitu arsitektur monolitik dan arsitektur microservice.
Definisi arsitektur aplikasi web cukup luas dan tergantung pada fokus dari pembuatan aplikasi web. Arsitektur aplikasi web adalah model interaksi antara komponen aplikasi web. Jenis arsitektur untuk aplikasi web sangat tergantung pada cara logika aplikasi akan dialokasikan di antara sisi klien dan sisi server.
Dewasa ini perkembangan software architecture sangat cepat, dari yang hanya di handle oleh satu aplikasi berukuran besar atau monolitik arsitektur sampai menjadi banyak aplikasi berukuran kecil yang saling berkomunikasi dalam sebuah kesatuan sistem yang besar atau yang sedang populer saat ini disebut microservice arsitektur.
Tapi sebenarnya apa itu microservices dan monolithic architecture? Bagaimana penerapannya pada fase development sampai production? Apa saja kelebihan dan kekurangannya? Artikel ini akan memberikan gambaran umum tentang arsitektur aplikasi web modern, termasuk komponennya yang utama, jenisnya, dan modelnya sehingga Anda dapat berinvestasi dalam jenis arsitektur microservice atau monolitik dengan keyakinan. Mari kita mulai!
Arsitektur Monolitik
Arsitektur monolitik adalah cara pembuatan sistem yang menempatkan semua fungsi dan fitur dalam satu aplikasi tunggal yang besar. Aplikasi ini biasanya ditulis dalam satu bahasa pemrograman, dijalankan di satu server, dan diakses melalui satu endpoint. Arsitektur monolitik ini merupakan cara yang paling mudah dan cepat untuk membuat sistem, karena semua komponen berada dalam satu tempat.
Kelebihan arsitektur monolitik adalah lebih mudah untuk di-debug dan di-maintain karena semua komponen tersedia dalam satu aplikasi. Selain itu, arsitektur ini juga lebih mudah untuk di-deploy karena hanya satu aplikasi yang perlu diperhatikan. Namun, arsitektur monolitik juga memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan dari arsitektur monolitik adalah lebih sulit untuk di-scaling secara parsial. Jika salah satu bagian dari aplikasi mengalami masalah, maka seluruh aplikasi akan terpengaruh. Selain itu, arsitektur ini juga cenderung membuat aplikasi menjadi kompleks dan sulit untuk dikembangkan lebih lanjut. Arsitektur monolitik juga tidak fleksible terhadap perubahan bisnis maupun teknologi, karena diharuskan mengubah semua atau sebagian besar aplikasi yang sudah di implementasi.
Di Badr Interactive sendiri banyak menggunakan arsitektur ini, terutama untuk project pemerintah yang secara tim internal tidak memiliki cukup banyak sumber daya manusia, arsitektur ini sangat cocok dengan kondisi tersebut.
Untuk mengembangkan aplikasi dengan arsitektur monolitik, kami biasanya menggunakan teknologi web tradisional, seperti NodeJS, PHP, Python, dan .Net. Setiap komponen aplikasi ditulis dalam bahasa pemrograman yang sama, dan menggunakan framework yang sesuai untuk mengelola database, menangani permintaan HTTP, dan menyajikan tampilan.
Proses deployment Arsitektur Monolitik hanya membutuhkan setidaknya satu server atau satu kontainer. Saat aplikasi siap di-deploy, pengembang dapat menggunakan berbagai metode untuk men-deploy aplikasi, seperti menggunakan virtual private server (VPS) atau platform seperti Heroku atau AWS Elastic Beanstalk.
Arsitektur Microservices
Arsitektur microservices adalah model arsitektur aplikasi yang memisahkan aplikasi menjadi beberapa komponen yang independen yang dapat di-deploy dan diubah tanpa mempengaruhi komponen lainnya. Dalam arsitektur ini, setiap komponen aplikasi (atau “microservice”) diimplementasikan sebagai aplikasi yang berdiri sendiri, yang dapat dikembangkan, di-deploy, dan diubah secara independen.
Komponen yang dipisah bisa dikategorikan oleh beberapa pilihan, misal berdasarkan module atau fitur pada sebuah system, berdasarkan divisi team pada perusahaan, atau bisa berdasarkan teknis system seperti presentation layered, bussiness layered, dan database layered.
Kelebihan arsitektur microservice adalah lebih mudah untuk di-scaling secara parsial. Jika salah satu bagian dari aplikasi mengalami masalah, hanya bagian tersebut yang terpengaruh, sehingga mengurangi dampak pada seluruh sistem. Selain itu, arsitektur ini juga lebih mudah untuk dikembangkan dan diperbarui, karena setiap komponen dapat dikembangkan dan diperbarui secara independen.
Kekurangan dari arsitektur microservice adalah lebih sulit untuk di-debug dan di-maintain karena setiap komponen berada dalam lingkungan yang terpisah. Komunikasi antar komponen menjadi lebih rumit, sehingga diperlukan konfigurasi yang baik dan infrastruktur yang kuat untuk mengelola komunikasi tersebut. Selain itu arsitektur microservice juga membutuhkan resource sdm dan tim divisi yang tidak sedikit yang bisa bekerja secara independen.
Proyek yang dikembangkan oleh Badr Interactive yang menggunakan arsitektur microservice biasanya sudah memiliki struktur tim divisi IT yang lengkap yang biasanya dimiliki oleh perusahaan startup teknologi seperti FLIP, atau pada proyek pemerintah yang memiliki rencana development yang panjang seperti SMILE oleh kemenkes dan KPBU oleh kemenkeu.
Untuk mengembangkan aplikasi dengan arsitektur microservices, kami biasanya menggunakan bahasa pemrograman dan teknologi yang sesuai untuk setiap microservice. Misalnya, sebuah microservice yang bertanggung jawab untuk mengelola data dapat ditulis dalam Java menggunakan framework seperti Spring Boot, sementara microservice lain yang bertanggung jawab untuk mengelola permintaan HTTP dapat ditulis dalam Node.js.
Proses deployment arsitektur microservices dapat menggunakan berbagai metode, seperti menggunakan container seperti Docker atau Kubernetes. Ini memungkinkan para pengembang untuk mengelola dan mem-deploy setiap microservice secara independen, serta mengelola skala dan performa setiap microservice dengan lebih baik. Komunikasi antar microservices, dapat digunakan protokol HTTP/REST, message broker atau service discovery seperti RabbitMQ. Selain itu microservices juga membutuhkan gateway yang menggabungkan seluruh services menjadi satu endpoint, teknologi yang dipakai bisa menggunakan Nginx atau Kong Api Gateway.
Perbandingan Arsitektur Monolitik dan Microservices
Arsitektur monolitik dan microservices adalah dua model arsitektur aplikasi yang berbeda yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Secara keseluruhan, arsitektur microservices lebih kompleks dibandingkan arsitektur monolitik, tetapi memberikan fleksibilitas dan skalabilitas yang lebih baik dalam pengembangan dan deployment aplikasi.
Arsitektur monolitik menempatkan semua komponen aplikasi dalam satu proyek atau satu kontainer. Ini membuat aplikasi lebih sederhana dan mudah diatur, serta memudahkan proses pengembangan dan deployment. Namun, karena semua komponen aplikasi terpisah dalam satu unit yang sederhana, ini dapat menyebabkan masalah skalabilitas dan fleksibilitas dalam jangka panjang.
Arsitektur microservices, di sisi lain, memisahkan aplikasi menjadi beberapa komponen yang independen yang dapat di-deploy dan diubah tanpa mempengaruhi komponen lainnya. Ini memungkinkan para pengembang untuk mengelola dan mem-deploy setiap microservice secara independen, serta mengelola skala dan performa setiap microservice dengan lebih baik. Namun, karena aplikasi dibagi menjadi beberapa microservices yang independen, ini dapat menjadi lebih kompleks dan rumit untuk dikembangkan dan di-deploy dibandingkan arsitektur monolitik.
Dalam memutuskan antara arsitektur monolitik dan microservices, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti ukuran tim, kompleksitas aplikasi, skalabilitas yang dibutuhkan, adaptasi teknologi jangka panjang, kebutuhan untuk mengubah komponen aplikasi secara independen dan lain sebagainya.
Bagaimana mengevaluasi dan memilih arsitektur yang tepat untuk suatu proyek tertentu?
Untuk mengevaluasi dan memilih arsitektur yang tepat pada sebuah sistem software, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Kebutuhan Aplikasi
Pertama-tama, perlu diidentifikasi kebutuhan aplikasi seperti skalabilitas, fleksibilitas, keamanan, dan kualitas kode. Ini akan membantu dalam menentukan apakah arsitektur monolitik atau microservices lebih sesuai untuk proyek tersebut.
Skalabilitas, jika aplikasi harus dapat di-scale secara horizontal atau vertical, arsitektur microservice akan lebih mudah discale. Tetapi jika keterbatasan skalabilitas dapat diterima dan pemeliharaan yang lebih mudah arsitektur monolitik bisa menjadi pilihan.
Fleksibilitas, apakah aplikasi memerlukan fleksibilitas untuk menambahkan atau menghapus fitur atau komponen dengan mudah? Arsitektur microservices lebih fleksibel karena setiap komponen dikelola sebagai layanan independen. Tetapi jika aplikasi memerlukan latensi yang rendah, maka arsitektur monolitik lebih cocok karena tidak memerlukan komunikasi antar service yang kompleks.
Keamanan, arsitektur microservices dapat membuat aplikasi lebih aman dikarenakan pemisahan komponen yang independen, sehingga jika salah satu layanan terkena serangan layanan lainnya masih dapat berfungsi dengan baik, surface attack yang dijangkau oleh penyerang menjadi jauh lebih kecil. Kendati demikian konfigurasi menjadi lebih kompleks seperti proses authentication dan authentication antar komponen, enkripsi komunikasi antar service, dan lain sebagainya, sehingga pilihan menggunakan arsitektur monolitik menjadi lebih tepat jika di konfigurasi dengan baik dan benar aplikasi sudah dapat dikatakan aman.
Kualitas kode, Apakah aplikasi harus memiliki kualitas kode yang baik dan mudah diperbaiki dan dikembangkan? Arsitektur microservices memungkinkan pemisahan komponen yang lebih baik dan mengurangi risiko ketergantungan yang tinggi. Arsitektur monolitik memungkinkan pengembang lebih fokus pada satu aplikasi saja sehingga berimplikasi pada pengerjain kualitas kode yang baik juga.
Visi Proyek
Visi proyek juga perlu dipertimbangkan saat memilih arsitektur. Apakah proyek ini diharapkan untuk berkembang dalam jangka panjang atau hanya untuk digunakan sementara waktu? Arsitektur monolitik lebih cocok untuk proyek yang berkelanjutan dan arsitektur microservices lebih cocok untuk proyek yang berkembang cepat.
Budget
Budget juga perlu dipertimbangkan saat memilih arsitektur. Arsitektur microservices memerlukan infrastruktur yang lebih rumit dan kompleks dibandingkan arsitektur monolitik dan mungkin memerlukan biaya yang lebih tinggi.
Analisis Resiko
Ada risiko yang harus dipertimbangkan dalam kedua arsitektur ini. Arsitektur monolitik memiliki risiko terjadinya bottleneck dalam skalabilitas dan arsitektur microservices memiliki risiko kompleksitas yang lebih tinggi dan kesulitan dalam deployment.
Pertimbangan-pertimbangan ini harus dipertimbangkan secara keseluruhan dan dianalisis dengan baik sebelum memutuskan arsitektur yang tepat untuk proyek tertentu.
Prospek dan arah perkembangan arsitektur monolitik dan microservice
Arsitektur monolitik dan microservices adalah dua model arsitektur aplikasi yang berbeda yang masing-masing memiliki prospek dan arah perkembangan yang berbeda.
Arsitektur monolitik masih digunakan dalam pengembangan aplikasi saat ini, khususnya untuk aplikasi yang relatif sederhana dan tidak memerlukan skalabilitas yang tinggi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan kebutuhan bisnis, beberapa perusahaan mulai mengalami kesulitan dalam mengatur aplikasi monolitik yang menjadi semakin kompleks dan sulit untuk diubah. Oleh karena itu, arsitektur monolitik mungkin akan semakin jarang digunakan dalam jangka panjang.
Sementara itu, arsitektur microservices semakin populer dan digunakan dalam pengembangan aplikasi saat ini. Hal ini karena microservices memungkinkan para pengembang untuk mengelola setiap komponen aplikasi secara independen dan mengelola skala dan performa setiap microservice dengan lebih baik. Selain itu, arsitektur microservices juga dapat memudahkan proses pengembangan dan deployment dengan cara yang lebih efisien dan fleksibel. Beberapa teknologi seperti container dan Kubernetes juga menunjang implementasi microservices lebih mudah dan efektif. Oleh karena itu, arsitektur microservices diharapkan akan semakin populer dalam jangka panjang.
Dalam jangka panjang, perkembangan arsitektur aplikasi juga akan terus mengalami perubahan dan evolusi seiring perkembangan teknologi dan perubahan kebutuhan bisnis, mungkin akan ada arsitektur baru yang muncul untuk mengatasi masalah yang belum teratasi oleh arsitektur monolitik maupun microservices.
Kesimpulan
Arsitektur monolitik dan microservices merupakan dua jenis arsitektur yang berbeda yang dapat digunakan dalam pengembangan aplikasi. Arsitektur monolitik cocok digunakan untuk aplikasi yang memiliki ketergantungan yang rendah antar komponennya, latensi yang rendah, traffic yang tidak tinggi, pemeliharaan yang mudah, jangkauan yang terbatas, keterbatasan skalabilitas yang dapat diterima dan keterbatasan dalam komunikasi antar service. Sedangkan arsitektur microservices cocok digunakan untuk aplikasi yang memerlukan skalabilitas yang tinggi, fleksibilitas, kualitas kode yang baik, keamanan yang tinggi, Latensi yang rendah, Traffic yang tinggi, Jangkauan yang luas dan penggunaan tools dan teknologi keamanan.
Pertimbangan-pertimbangan seperti kebutuhan aplikasi, kebutuhan tim, visi proyek, budget dan analisis risiko harus dipertimbangkan secara keseluruhan dan dianalisis dengan baik sebelum memutuskan arsitektur yang tepat untuk proyek tertentu. Keamanan harus dipertimbangkan sebagai faktor penting dalam arsitektur microservices dan harus diimplementasikan sejak awal dalam pengembangan aplikasi.
FAQ
Apa itu arsitektur monolitik?
Arsitektur monolitik adalah cara pembuatan sistem yang menempatkan semua fungsi dan fitur dalam satu aplikasi tunggal yang besar.
Keuntungan apa yang didapat dengan menggunakan arsitektur monolitik?
Keuntungan dari arsitektur monolitik adalah lebih mudah untuk di maintain karena semua komponen tersedia dalam satu aplikasi, selain itu arsitektur ini juga lebih mudah untuk di deploy dan bisa hanya membutuhkan satu server untuk seluruh system.
Apa kerugian dari arsitektur monolitik?
Kekurangan dari arsitektur monolitik adalah lebih sulit untuk di-scaling secara parsial. Jika salah satu bagian dari aplikasi mengalami masalah, maka seluruh aplikasi akan terpengaruh. Arsitektur monolitik juga tidak fleksible terhadap perubahan bisnis maupun teknologi, karena diharuskan mengubah semua atau sebagian besar aplikasi yang sudah di implementasi.
Kapan arsitektur monolitik cocok digunakan?
Cocok digunakan ketika perusahaan memiliki ukuran tim yang tidak begitu besar dan kompleksitas dan skalabilitas aplikasi cocok untuk dimaintain oleh tim yang kecil.
Apa itu arsitektur microservices?
Arsitektur microservices adalah model arsitektur aplikasi yang memisahkan aplikasi menjadi beberapa komponen yang independen yang dapat di-deploy dan diubah tanpa mempengaruhi komponen lainnya (modular).
Keuntungan apa yang didapat dengan menggunakan arsitektur microservices?
Keuntungan utama dari arsitektur microservices adalah skalabilitas, fleksibilitas, dan kepastian kualitas kode. Microservices juga memungkinkan deployment yang paralel dan lebih mudah dalam perawatan dan peningkatan.
Apa kerugian dari arsitektur microservices?
Kerugian dari arsitektur microservices adalah lebih kompleks dalam dikembangkan, beban komunikasi antar service yang mengakibatkan latency, dan kesulitan dalam deployment paralel.
Kapan arsitektur microservices cocok digunakan?
Cocok digunakan ketika perusahaan memiliki ukuran tim yang besar dan dibagi divisi sesuai dengan module dan fitur system yang kompleks
Apakah arsitektur microservices selalu lebih baik dibandingkan arsitektur monolitik?
Tidak, itu tergantung pada kondisi dan kebutuhan aplikasi. Arsitektur monolitik mungkin lebih cocok untuk aplikasi yang sederhana dan arsitektur microservices lebih cocok untuk aplikasi yang kompleks. Ada juga situasi dimana arsitektur hybrid yang menggabungkan keduanya dapat digunakan, sebagai solusi yang lebih fleksible.