Design Thinking: Mentransformasi Produk Melalui Desain

Contents

Share the article

Design ≠ Art

Istilah design lebih tepat dikatakan sebagai implementasi fungsi sedangkan seni merujuk pada penyaluran ekspresi tanpa melihat fungsi implementatif dari suatu barang. Sehingga dalam perspektif yang lebih luas design adalah tools yang mampu mempermudah kehidupan kita dengan memberikan solusi yang dibutuhkan. Steve Jobs pernah berkata, “design is not just what it looks like and feels like. Design is how it works“. Design thinking atau berpikir dengan perspektif desain dapat dilakukan oleh seluruh profesi yang mencari inovasi, bukan hanya designer saja.

Pendekatan atau konsep design thinking pertama kali dikenalkan dalam dunia bisnis oleh David M. Kelley, founder IDEO design consultancy dan Profesor di Stanford University pada tahun 1991. “Design thinking is a human-centered approach to innovation that draws from the designer’s toolkit to integrate the needs of people, the possibilities of technology, and the requirements for business success”.

Pada dasarnya konsep design thinking merupakan upaya untuk mencari ide atau gagasan inovatif terhadap permasalahan yang kompleks dengan berfokus kepada kebutuhan user. Pendekatan ini sedikit berbeda dengan analytical thinking yang selama ini kita pelajari dan gunakan di kampus dalam mengerjakan tugas akhir ataupun penelitian akademis. Dalam pendekatan analitis (analytical thinking), kita akan berusaha untuk mem-breakdown suatu permasalahan sedetail mungkin, menentukan indikator penyebab masalah, kemudian melakukan operasionalisasi konsep untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disisi lain metode design (design thinking), berfokus mencari solusi inovatif atas permasalahan kompleks dengan mengeksplorasi ide sebanyak mungkin berdasarkan pemahaman atas kebutuhan user yang terlibat, kemudian melakukan pembuatan ide prototipe yang akan diujicobakan/ divalidasi ke user terkait.

The backbone of Design

Filosofi utama dari design thinking adalah simplifikasi yang berfokus pada kebutuhan user. Pendekatan user-centric akan mendorong proses inovasi yang tepat guna sehingga proses ideation akan berorientasi pada bagaimana caranya memudahkan user dalam menggunakan ide yang kita tawarkan. Oleh karena itu proses design tidak hanya menggunakan logika dan intuisi saja namun juga imajinasi serta tahapan-tahapan sistematis atau yang nanti kita kenal dengan proses design sprint. Design thinking dapat mempermudah kita dalam berbagai hal karena kemampuannya untuk men-generate solusi yang paling mendasar dengan cara yang inovatif dan disruptif. Design lebih dari sekedar proses, tapi juga membuka perspektif baru dalam berpikir dan menawarkan metode yang membantu kita menerapkan mindset dan cara berpikir yang berbeda.

Design thinking kini cukup marak digunakan terutama dalam dunia bisnis karena pendekatan ini dianggap mampu membantu kita untuk memahami perubahan yang sangat cepat dan kompleks dalam konteks budaya, teknologi, dan habits dari masyarakat. Pendekatan ini juga semakin populer sejak dalam beberapa dekade terakhir, design menjadi kunci dari kesuksesan para pemain besar perusahaan teknologi saat ini seperti Google, Apple, Airbnb, dan masih banyak lagi. Bahkan pendekatan design saat ini juga menjadi materi baru yang dipelajari di Universitas-Universitas terkemuka di berbagai Negara dan digunakan pada setiap level bisnis.

 

Five Stages of Design Thinking

Dalam penerapannya, design thinking memiliki lima fase yaitu empathy, define, ideate, prototype, dan test. Fase empathy dan define bertujuan untuk memahami secara mendalam permasalahan user dan mendapatkan masukan dari end user. Fase ideate bertujuan untuk menciptakan ide-ide yang mampu menyelesaikan permasalahan user. Fase prototype serta test bertujuan untuk men-deliver produk yang kita buat kepada user dan mendapatkan feedback atas fitur-fitur yang telah diciptakan.

design thinking

 Secara umum kelima fase tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

EmpathizeDefineIdeatePrototypeTest
Memahami pengalaman, emosi, dan situasi user dengan melakukan user researchMengakumulasi informasi dari fase empathy kemudian menganalisis dan mendefinisikan masalah utamaLakukan brainstorming ide dan eksplorasi ide sebanyak mungkin berdasarkan hasil identifikasi masalah dalam fase defineFase eksperimen untuk membuat ide pada fase define menjadi produk nyata. Disini kita dapat menimbang apakah ide ini dapat diimplementasi dari segi produk dan kesiapan teknologiMelakukan tes dengan meminta user mencoba prototipe yang kita buat, dan berusaha mencari feedback sebanyak mungkin

Penting untuk dipahami bahwa kelima fase ini tidak harus berjalan secara linear melainkan dapat bersifat paralel, tidak berurutan dan bisa diulang ke fase sebelumnya berdasarkan proses iteratif yang dilakukan. Misalkan jika pada fase ideate tidak menghasilkan penyelesaian masalah, maka dapat kembali lagi ke tahap empathize, atau jika dalam fase prototype tidak mampu menghasilkan contoh produk yang baik, kita bisa kembali ke fase ideate atau bahkan define.

design thinking

Sehingga fase-fase yang ada dalam design thinking harus dipahami sebagai cara yang berbeda satu sama lain dengan karakteristik masing-masing, dibandingkan dengan proses yang berurutan. Tujuan utama dari kelima fase ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dan mengakar mengenai produk dan user yang akan menggunakannya.

Langkah demi Langkah Melakukan Design Thinking

1. Cari berbagai insight dengan melatih kemampuan empathy, observasi dan interview user.

Memahami siapa user/customer kita merupakan langkah pertama dalam menciptakan produk atau servis yang kita inginkan. Dalam hal ini, asumsi adalah hal yang terlarang. Mencari informasi sebanyak mungkin dari user merupakan hal yang krusial. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan empathy dan observasi kita, salah satunya dengan metode 5 Whys. Metode ini membantu kita untuk mencari tahu lebih dalam mengenai user kita dan mendapatkan insight terdalam dari perilaku mereka. Caranya sederhana, yaitu terus menanyakan “why” ke user atas suatu topik minimal sebanyak lima kali.

2. Buat prototipe yang “tidak sempurna” untuk memahami kebutuhan yang belum terpenuhi.

Jangan sampai kita menghabiskan waktu dan tenaga yang banyak dalam membuat prototipe. Kita dapat memulai dengan membuat wireframe/ mockup sederhana dengan pulpen dan kertas atau alat yang lain seperti slide deck dalam power point. Dengan prototipe sederhana tersebut, kita sudah bisa meminta feedback dari user untuk membantu kita lebih memahami kebutuhan mereka sebelum memulai produksi. Sekali lagi tujuan utama prototipe bukanlah untuk menciptakan produk yang sempurna, melainkan untuk mencari insight dan belajar mengenai kebutuhan yang belum terpenuhi.

3. Ubah permasalahan menjadi pertanyaan.

Ketika kita dihadapkan terhadap permasalahan, secara tidak sadar kita akan langsung berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan itu. Lebih baik cara pandang tersebut diubah dengan membuat pertanyaan yang mungkin akan membawa kita lebih dekat pada akar permasalahan yang ada dan mampu mendorong peningkatan yang bertahap (incremental improvement). Sebagai contoh, dalam kasus IDEO (konsultan desain David Kelley), daripada berfokus pada peningkatan rating retention customer, mereka malah bertanya, “Bagaimana cara menciptakan pengalaman karyawan yang lebih baik?” Dengan merubah fokus pada kebutuhan manusia yang riil, mereka mampu mendapatkan insight yang lebih baik untuk mencari solusi.

4. Gunakan riset untuk memahami masa lalu, sekarang dan masa datang.

Melakukan riset merupakan kunci utama dari proses design thinking, ada banyak cara untuk mendapatkan insight seperti interview, observasi, studi literatur, atau riset terhadap ekstrim user. Secara umum, ada tiga jenis riset yang biasa dilakukan. Pertama, generative research, yang bertujuan untuk mengidentifikasi peluang yang baru dan meng-explore kebutuhan sebanyak-banyaknya. Kedua, evaluative research yang mengumpulkan feedback dari eksperimen yang telah dibuat dan membantu kita dalam proses iterasi. Kedua tipe riset ini berfokus pada masa depan dan ide-ide inovatif yang baru. Ketiga, validating research, yang bertujuan untuk memahami apa yang saat ini terjadi. Cara terbaik untuk melakukan riset adalah dengan menyeimbangkan pendekatan riset yang kita lakukan berdasarkan apa yang terjadi saat ini dan apa yang mungkin terjadi dimasa mendatang.

Jika Anda ingin memahami lebih mendalam mengenai design thinking, do and don’ts, step by step bagaimana mengaplikasikan kelima tahapan dari design thinking, silahkan hubungi kami Badr Interactive untuk mendapatkan pelatihan khusus untuk belajar secara komprehensif mengenai konsep dan practical knowledge dari design thinking.

Share the article

Grow Your Knowledge

About Software Development with Our Free Guidebook

Grow Your Knowledge

About Software Development with Our Guidebook

You dream it.

We build it!

We provide several bonuses FOR FREE to help you in making decisions to develop your own system/application.

  • Risk Free Development Trial 
  • Zero Requirement and Consultation Cost 
  • Free Website/Mobile Audit Performance

Our Services

Software Development • Quality Assurance • Big Data Solution • Infrastructure • IT Training

You might also like

Dari Gaming hingga Kesehatan: Potensi Revolusioner Virtual Reality 

Masa Depan Telemedisin di Indonesia: Apa yang Menanti di Depan?

LMS VS E-Learning:  Digitalisasi Pendidikan Indonesia

Silakan isi data di bawah sebelum mendownload file.

Silakan isi data di bawah sebelum mendownload file.

Silakan isi data di bawah sebelum mendownload file.

Signup for Free Software Development Guidebook: Input Email. Submit me.